BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Perempuan dalam Islam
Islam mengakui bahwa persoalan perempuan merupakan salah satu persoalan yang kini tengah dihadapi oleh masyarakat di negeri ini. Apalagi ditengah-tengah globalisasi saat ini, dimana aksi tuntutan – tuntutan yang dilakukan oleh kaum perempuan di Barat sedikit banyaknya telah mempengaruhi kegerahan intelektual dan aksi perempuan dibelahan bumi lain, termasuk di Indonesia.
Akan tetapi Islam menilai, dalam setiap diskusi tentang perempuan, agak terkesan selalu dimulai dari praanggapan bahwa perempuan berada dilapisan paling bawah(Low-Layer), tertindas, dan tidak berdaya dengan bukti faktual sederet kasus seperti soal TKW,PRT, buruh perempuan, ekploitasi sex dan perempuan dalam bisnis dan sebagainya, termasuk yang mengemuka diwaktu-waktu terakhir ini adalah tuntutan kuota perempuan dalam parlemen .Oleh Karenanya Kemudian, menurut mereka diperlukan perjuangan menuju derajat emansipasif .Dan agar perempuan mampu memperjuangkan kepenting dirinya tanpa tergantung pada orang lain , diperlukan upaya pemberdayaan (Enpowerment) perempuan; serta agar semua langkah dan pikiran yang mendasarinya sah (legimimated), dicarilah legalitas filsafati dari wacana atau diskursus di seputar dunia keperempuanan .Bukan hanya itu mereka juga merasa wajib untuk membongkar mitos–mitos filsafat bias lelaki semacam hidup “perempuan diseputar sumur, dapur dan kasur”atau bahwa “tugas perempuan adalah masak” yang diangggap membikin kaum perempuan mundur , tertindas dan bahkan telah membuat perempuan menjadi makhluk setengah manusia.
Islampun menyatakan bahwa penilaian atas tentu saja tidak benar.Perempuan dalam pandangan islam sesungguhnya menempati posisi yang sangat terhomat. Pandangan Islam tidak bias dikatakan mengalami bias gender. Islam memang memang kadang berbicara tentang perempuan sebagai perempuan (seperti dalam soalnya haid ,mengandung, melahirkan dan kewajiban menyusui) dan kadang pula berbicara sebagai manusia tanpa dibedakan dari kaum lelaki (misalnya : dalam hal kewajiban shalat , zakat, haji dan berakhlaq mulia, beramar ma’ruf nahi mungkar, makan dan minum yang halal dan sebagainya). Kedua pandangan tadi sama-sama bertujuan mengarahkan perempuan secara individual sebagai manusia mulia dan secara kolektif , bersama dengan kaum lelaki ,menjadi bagian dari tatanan ( keluarga dan masyarakat ) yang harmonis.
Sementara Islam berbicara tentang kewajiban wajibnya wanita berda’wah, mendidik umat, dibidang politik menjadi anggota majelis syuro umpamanya, dan untuk itu ia harus keluar rumah, Maka Islam tengah berbicara tentang masyarakat dan peran wanita dlam membentuk masyarakat yang baik.Tapi diluar dua hal diatas , islam sama sekali tidak menghilangkan keberadaan wanita sebagai individu .Ia dibolehkan untuk menuntut ilmu , berpendapat , bekerja, memgembangkan hartanya , memimpin sendiri usahanya dan sebagainya .Jadi tuduhan terdapat bias gender dalam ajaran islam sangatlah tidak beralasan.
Lihatlah tatkala mereka datang kepada Rasullah mengajukan tuntutannya “ya Rasullah mengapa hanya laki-laki saja yang disebut al-qur’an dalam segala hal, sedangkan kami tidak disebut ? Maka Allah Kemudian menurunkan ayat yang menunjukkan bahwa lelaki dan perempuan sesungguhnya memiliki peluang sama untuk menjadi makhluk yang mulia.
“Sesunguhnya laki–laki dan perempauan yang muslim , laki-laki dan perempuan yang sabar. Laki- laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya , laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah ,Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”(Q.s.An-Nisaa’:32).
Islam menilai gagasan sebagian pegiat perjuangan perempua menunjuk pada perlunya ditingkatkan porposi peran perempuan didunia politik, karena sesunggunhya persoalan perempuan bukanlah hak ekslusif kaum perempuan untuk menyelesaikannya.Laki-Laki juga punya kewajiban untuk turut menyelesaikannya.Karena itu , Inti persoalannya memang bukan terletak pada “siapa” Tapi pada tata nilai eksisting yang gagal mengatur kehidupan masyarakat secara baik termasuk dalam mengatur relasi lelaki dan perempuan secara adil.Secara demikian Islam memandang ,arah perjuangan perempuan dengan lelaki sesungguhnya tidaklah berbeda ,yakni bagi tegaknya tata nilai yang adil tadi.
Maka jelas sekali kaum perempuan dan kaum lelaki haruslah berjuang bahu membahu bagi tegaknya system yang menata kehidupan termasuk kehidupan kaum perempuan dan relasinya secara adil dengan kaum lelaki Dan itu adalah system syariah Islam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendapat Islam tentang Emansipasi
Emansipasi wanita adalah prospek pelepasan diri wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah,serta pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan maju.Tuntutan persamaan hak (emansipasi) tidak ada dalam Islam.Islam tidak pernah mempertentangkan hak pria dan wanita.
Islam sangat memuliakan wanita,Al-Quran dan Sunnah memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan yang terhormat kepada wanita baik dia sebagai anak,istri,ibu,saudara maupun peran lainnya.Begitu pentingnya hal ini Allah SWT mewahyukan sebuah surat dalam Al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW yaitu surat An-nisa yang sebagian besar dalam surat inimembicarakan persoalan yang berhubungan dengan kedudukan,peranan dan perlindungan hukum terhadap hak-hak wanita.
Dalam Al-Quran misalnya apabila dilihat dari segi pengabdian,maka islam tidak mengadakan perbedaan antara pria dan wanita.Perbedaan yang dijadikan ukuran untuk meninggikan dan merendahkan derajat hanya nilai pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah SWT (QS.Al-Hujurat : 13).
Dari segi penciptaan Al-Quran menerangkan bahwa wanita dan pria adalah sama-sama ciptaan Allah SWT dan berada dalam derajat yang sama.Tidak ada isyarat bahwa pria lebih tinggi derajatnya dari wanita.Islam mempunyai falsafah khusus mengenai hubungan hak-hak pria dan wanita dalam keluarga.Wanita dan pria mempunyai hak yang sama dan setara.Namun pengertian sama dan setara dalam islam berbeda dengan apa yang dituntut wanita-wanita Barat yang menuntut persamaan dan keidentikan hak itu merupakan suatu keharusan bagi persamaan hak. Persamaan berbeda dengan keidentikan.Persamaan berarti kesederajatan dan kesebandingan sedangkan keidentikan berarti keduanya harus persis sama.
Wanita bisa dan mampu berbuat seperti kaum pria dalam berusaha dan berkarya.Realitas ini bisa ditemukan pada masa Nabi Muhammad SAW.Para wanita tampil di berbagai bidang seperti Khadijah adalah saudagar kaya yang sukses dan asy-syifa seorang perempuan yang diserahi Umar bin Khattab untuk menangani pasar kota Madinah.
Menurut Marwah Daud Ibrahim,emansipasi wanita masa kini tidak lagi berarti perjuangan untuk mencapai persamaan hak,tetapi telah sampai pada upaya untuk meningkatkan sumber daya kaum wanita itu sendiri.Emansipasi yang baik dan dibenarkan dalam islam adalah melihat pria bukan sebagai seteru atau lawan tetapi sebagai partner dan sebagai kawan seperjalanan.
Didalam ajaran Islam, wanita juga mempunyai hak dan kesempatan untuk berkarir dengan tidak melalaikan fungsi dan kedudukannya sebagai wanita.Islam juga memberikan dorongan yang kuat agar para muslimah mampu berkarir di segala bidang.Islam membebaskan wanita dari belenggu kebodohan,ketertinggalan,dan perbudakan.
2.2. Pemimpin Perempuan dalam Pandangan Islam
Dalam bidang kepemimpinan,islam bertolak dari status manusia sebagai khalifah di muka bumi.Akhir surat Al-Ahzab mempertegas kekhalifahan manusia di muka bumi sebagai pengemban amanat Allah SWT untuk mengolah,memelihara,dan mengembangkan bumi.Inilah tugas pokok manusia tidak berbeda antara perempuan dengan laki-laki.Ini yang di dalam hukum Islam disebut taqlidiyyah.Disini disebutkan setiap orang adalah mukallaf (penerima amanat).
Mengenai status kekhalifahan tadi,Rasulullah SAW menegaskan bahwa semua manusia adalah pemimpin (“ Kalian semua adalah pemimpin dan setiap pemimpin diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya “).
Diantara masalah yang kerap menjadi bahan perbincangan seputar kesetaraan antara kaum laki-laki dan perempuan ini yaitu masalah kepemimpinan.Islam menegaskan kepemimpinan ada di tangan kaum pria.Allah SWT Berfirman :
“ Kaum laki-laki adalah pemimpin kaum wanita,karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain,dan karena mereka menafkahkan sebagian dari kekayaan mereka. “
Dalam hal ini perkataan “qawwamum” bukan berarti penguasa atau majikan,tetapi dalam pengertian bahwa suami adalah kepala keluarga,sedangkan perempuan adalah pemimpin rumah tangga. Ini jika kita berbicara tentang kepemimpinan di dalam lembaga perkawinan.Namun jika berbicara tentang kepemimpinan dalam dunia politik,maka kepemimpinan perempuan biasanya hal yang sering dipersoalkan bahkan ditolak pada beberapa kalangan.
Pandangan yang menyatakan bahwa penolak kepemimpinan wanita sebagai upaya mendeskreditkan wanita telah berangkat dari perspektif gender.Yakni suatu pandangan yang didasari oleh ide persamaan hak antara pria dan wanita dalam segala bidang termasuk politik terutama tentang kepresidenan wanita.Pandangan ini telah meniadakan peran agama sebagai aturan dalam kehidupan termasuk dalam memandang persoalan.
Sebagai seorang muslim sudah selayaknya menjadikan islam sebagai cara pandang menghadapi dan menyelesaikan segala persoalan.Di mana cara pandang islam mengharuskan untuk menjadikan dalil-dalil syara’ sebagai sandaran atau acuan dalam menyelesaikan persoalan termasuk persoalan kepemimpinan wanita Namun demikian tidak ada satu teks agama yang melarang kepemimpinan kaum wanita atas kaum lelaki selain dalam hal al-walayah (kekuasaan) secara umum, seperti hadits riwayat al-Bukhari dari Abu Bakrah r.a [23], Rasulullah saw bersabda:
)لن يفلح قوم ولَّوا أمرَهم امرأةً) ,وفي لفظ آخر (: ((ما أفلَح قومٌ )
“Suatu kaum tidak beruntung jika mereka mengangkat wanita sebagai pemimpin”.
Imam Ahmad dalam Musnadnya meriwayatkan dengan sanadnya yang shahih [24], bahwa Nabi Muhammad saw bersabda:
( الآنَ هلكتِ الرجال إذا أطاعتِ النساء )
“Sekarang, binasalah kaum lelaki jika menaati kaum wanita” .
Maksud 2 riwayat hadits tersebut adalah perwalian atau kepemimpinan secara umum (imamah kubra) terhadap umat atau kedudukannya sebagai pemimpin daulah. Terkait dengan riwayat hadits pertama dapat disimpulkan pendapat para ulama Islam :
A. Sebab periwayatannya adalah kabar tentang ketidakberuntungan orang-orang Persi, karena mereka memakai sistem kerajaan yang mengharuskan mengangkat putri pemimpinnya yang meninggal sebagai penggantinya, padahal selain putrinya masih banyak kaum pria yang lebih pantas menjadi pemimpin.
B. Kalau ada ulama mengatakan yang menjadi pertimbangan adalah keumuman lafazh bukan kekhususan sebab, tetapi ada juga ulama yang berpendapat lain seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Umar yang menegaskan pentingnya perhatian kepada sebab turunnya ayat dan sebab periwayatan hadits agar tidak menjadi seperti kaum al-Haruriyah dan Khawarij yang cenderung tekstualis ekstrim.
C. Jika hadits ini dipahami dengan keumuman lafazh saja maka bisa saja dikatakan bertentangan dengan ayat yang mengkisahkan ratu Bilqis yang adil dan cerdas.
D. Para ulama sepakat bahwa wanita dilarang memegang al-walayah al-kubra atau al-imamah al-uzhma, yang dalam hadits ditunjukkan dengan kata ”wallau amrohum”. Namun ada juga ulama yang mengqiyaskan (menganalogi) imamah kubra dengan kepala negara. Singkatnya mereka berbeda pendapat dalam penetapan wanita sebagai kepada negara atau kepada daerah. Hal ini terbuka untuk medan ijtihad.
E. Pembicaraan wanita menjadi menteri atau tugas-tugas lain di luar pembicaraan khilafiyah ulama diatas. Umar bin Khthab pernah mengangkat Syifa binti Abdullah al-’Adawiyah menjadi Kepala Bidang Urusan Pasar.
F Kedudukan seperti Indira Ghandi, Margaret Tatcher atau Golda Meir di Israel tidak dapat dikatakan penguasa kaum secara umum, sebab mereka hanya pimpinan dari partai dan kelompoknya (dalam perspektif demokrasi modern), karena masih banyak yang dapat menentang dirinya sebagai pemimpin [25] .
BAB III
PENUTUP
Islam adalah agama paripurna (QS.Al-Maidah ayat 3) yang telah menentukan seluruh kehidupan secara global maupun rinci.Tak ada satu persoalan kehidupan pun yang tidak dijelaskan oleh Islam.Allah SWT telah menurunkan Al-Quran untuk menjelaskan segala sesuatu (QS An-Nahl ayat 89).Dinul islam juga memiliki dalil-dalil syara (Al-Quran dan sunnah,Ijma dan Qiyas) yang merupakan sumber hukum yang dapat digali setiap saat untuk menghadapi problem baru yang terjadi secara global telah ada jawabannya di dalam dalil-dalil syara itu sehingga kaum muslimin dari masa ke masa tak pernah lepas dari syariat islam dalam bersikap dan menghukumi berbagai peristiwa yang mereka hadapi.Di antara perkara yang hukumnya dijelaskan oleh syariah islam adalah tentang kepemimpinan wanita.
Kedua permasalahan ini cukup mendapat perhatian yang serius dari para ula afiqh.Karena masih terjadi perbedaan pendapat dikalangan mereka,walaupun sebenarnya tentang kepemimpinan wanita dalam islam bukan khilafiyah lagi.Artinya hukum yang mengatur tentang pemimpin dalam islam telah jelas diatur,dimana pemimpin dalam islam diisyaratkan pada pria bukan wanita.
DAFTAR PUSTAKA
http://citizennews.suaramerdeka.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=1037
http://islamfeminis.wordpress.com/2007/04/27/wanita-dalam-perspektif-fathimah-az-zahra-as/
http://www.ikadi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=329:wanita-dalam-pandangan-islam-moderat-bag12&catid=59:moderasi-islam&Itemid=125
http://www.menegpp.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=95:kesetaraan-jender-memaknai-keadilan-dari-perspektif-islam-&catid=49:artikel-gender&Itemid=116
http://syariahpublications.com/2006/12/10/pandangan-islam-tentang-perempuan-adilkah/
http://tarbiyah.net/artikel-islam/53-perempuan-dalam-perspektif-islam-dan-barat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar